Selasa, 10 September 2013

“jilbabnya mbak....!”
“jilbabnya buk....!”
Zahra tidak bosan-bosannya meneriakkan dagangannya. Yah begitulah rutinitas seorang gadis selepas SMA karena harus mengurus kedua adiknya yang masih kelas enam SD dan kelas dua SMP. Ia berjualan jilbab disalah satu ruko di pasar tradisional daerahnya. Zahra tidak ambil pusing dengan kekumuhan pasar tersebut. Walaupun berbecek-becek ria saat musim penghujun dan berpanas-panasan dengan debu berkeliaran yang siap membawa virus apa saja saat musim kemarau, Zahra tetap berjuang. Pantang menyerah walau sedetik.
Baginya ia bukan hanya sedang berdagang untuk dunia saja. Tetapi sekaligus untuk ahirat. Karena apa? Karena berjilbab adalah perintah Allah, merupakan kewajiban seorang muslimah yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun, kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun sebabnya. Ia selalu ceria menjalani pekerjaannya sebagai seorang penjual Jilbab meskipun sering diremehkan juga.
Suatu hari ketika Zahra tengah melayani pembeli, sekelompok remaja puteri mengolok-olok Zahra.
“Heh, temen-temen! Lihat tuh masih ada ya yang jualan jilbab, itu kan budayanya orang Arab ya? Hidup di daerah padang pasir biar kulitnya gak item, kan ditutupi kain panjang-panjang gitu ya?” Ujar salah seorang dari mereka. Kemudian berlalu sambil berlalu terbahak-bahak.Zahra tetap bersabar. Ia ingat akan pesan-pesan Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 56, An-Nur ayat 31 dan ayat Al-Araf ayat 26 tentang berjilbab. Sehingga ia bisa lebih menenangkan hatinya. Zahra begitu prihatin atas kondisi umat saat Islam saat sekarang. Begitu terperdayanya serang muslim-muslimah akan mahluk yang bernamamodern ini. Apa saja yang dilakukan oleh orang-orang barat disebutmodern dan harus ditiru. Kalau tidak menirunya, dianggap jadul, ketinggalan jaman dan sebagainya. Termasuk cara berpenampilan terutama berpakaian. Teriakan Zahra menawarnya barang dagangannya berhenti saat mendengar keributan di halaman utama pasar. Begitu hebohnya sampai-sampai semua orang yang sedang berjualan berbondong-bondong untuk menuju ke TKP, tak terkecuali Zahra. “Ada apa ya bu?” tanya zahra kepada Bu Yati, pedagang kelontong setiba di TKP. “ ini nduk, bajajnya nabrak pak Maman sewaktu mau menarik becaknya dari parkiran.”
“kuk sampai bertengkar hebat begitu bu?”
“iya, si pengemudi tidak mau disalahkan dan tidak mau bertanggungjawab.”
“Oalah..kasihan Pak Maman ya bu? Semoga beliau dikuatkan kesabarannya oleh Allah. Matur nuwun Bu, saya mau ke dalam dulu.”
Setelah memberi salam, Zahra begegas menuju rukonya. Perasaannya tidak enak. Benar saja, dari kejauhan, tampak asap mengepul dari deretan rukonya, walhasil rukonya pun menjadi salah satu korban si jago merah. Zahra beristighfar. Untung tadi ia sempat membawa dompetnya walaupun isnya tidak seberapa. Ia memutuskan untuk pulang saja. Karna tidak ada barang yang bisa ia selamatkan dan dibawa pulang. Sejenak, ia menatap pilu reruntuhan rukonya itu.

***
Seminggu setelah kejadian kebakaran rukonya, Zahra mulai kepasar lagi. Namun bukan untuk berjualan jilbab melainkan sayuran yang ia dapat dari hasil berkebunnya dengan kedua adiknya dibelakang rumah. Tak terlintas dalam hatinya kalau halaman dibelakang rumahnya, akan menjadi lahan penghasilannya sekarang.
Zahra pergi kepasar dengan mengendarai sepeda. Diperjalanan, ia teringat kedua adiknya yang belum membayar iuran buku sekolah. Tiba-tiba ia dikejutkan teriakan bu Siti seorang penjual buah. “Nduk,, awaz didepanmu..!!!” Zahra tergagap. Ia sempat menghindari truk, tapi sepedanya oleng. Braaak!! Zahra terjungkal. Sayurannya berhamburan ria dijalan. Kaki kirinya berdarah dan tangannya lecet. Ia tidak peduli. Dipungutinya dengan sabar sayurannya yang tercecer. “Mari saya bantu, mbak!” seorang pemuda menghampiri dan membantunya ke pinggir jalan. “Ini minumnya mbak!” Si pemuda menyodorkan minuman kepada Zahra setiba dipinggir jalan. “ terima kasih mas! Tapi maaf saya sedang puasa.” Jawab Zahra. “Oh maaf mbak, saya tidak tahu.
Mereka terdiam sesaat. Sementara Zahra masih sibuk membersihkan lukanya. “ Mbak sudah mendingan kan? Saya mau melanjutkan perjalanan dulu. Ini ada sedikit rizki untuk mbak. Jangan ngalamun lagi lho, mbak!!” ujar si pemuda memecahkan kesunyian. “ Assalamu’alaikum..! “Waalaikumussalam..! terimakasih mas..! Ujar Zahra setengah berteriak.

***
Sebulan telah berlalu sejak tragedi kebakaran itu, Zahra sekarang cukup mahir berjualan sayur. Namun hatinya berkata bahwa ia begitu rindu berjualan jilbab. Maka ia berniat setelah jualannya habis nanti ia akan kembali kerukonya dulu. Sekedar melepas rindunya yang membuncah sekaligus melihat kondisi rukonya itu. Menurut mbak Wati,tetangganya yang berjualan pakaian - deretan ruko Zahra sudah diperbaiki dan sudah bisa dipakai lagi sejak seminggu setelah kebakaran tersebut.
Sebenarnya Zahra ingin berjualan jilbab seperti dulu, namun sampai sekarang ia belum cukup modal. Terpaksa Zahra pendam keinginan itu. Entah kenapa hari itu pasar begitu sepi. Sayuran Zahra masih banyak yang belum terjual, sementara hari telah beranjak siang.
“Mungkin aku sudahi saja jualanku hari ini. apa kabar rukoku?” Desahnya dalam hati.
Dengan langkah ceria zahra menuju rukonya. Dari kejauhan tampak berkerumun ibu-ibu dan gadis-gadis remaja berebut dagangan pemuda. “bukankah yang dikerumuni itu rukoku ya?” tanya Zahra pada dirinya sendiri. Ketika Zahra mendekat, para pembeli berlalu setelah mendapatkan apa yang dibeli. “Loh mas, bukannya mas yang dulu pernah menolong saya ketika jatuh dari sepeda ya? Kok disini mas, mas? Berjualan jilbab pula. Sepertinya ruko ini masih saya sewa. Ayo bagaimana dijawab mas! “ tanya Zahra bertubi-tubi. “Wah, mbak cantik-cantik cerewet juga ya?” ujar pemuda sembari terkekeh. Zahra tersipu mendengar celotehan si pemuda itu. Ia mengambil duduk di pinggir papan menjaga jarak dengan si pemuda.
“O..jadi ini ruko mbak ya? Lanjut pemuda. Saya sudah menunggui sipemilik ruko ini tiga minggu lalu, mbak. Ternyata dulu sudah pernah ketemu dengan pemiliknya ya? Mbak benar. Ini masih ruko mbak. Dan ini semua adalah dagangan mbak.”
“Haa? Dagangan saya mas?” tanya Zahra setengah kaget.
“iya. Jadi mbak gak perlu berjualan sayur. Ini semua adalah bentuk pertanggungjawaban saya atas tragedi kebakaran sebulan lalu. Saya minta maaf mbak. Baiklah karena urusan saya telah selesai, saya pamit dulu.
Si pemuda pergi setelah mengucap salam. Zahra terbata dalam duduknya. Tak terasa air mata berlarian bahagia dari sudut matanya. Ia mengucap hamdalah tak henti-henti. Dan bertasbih kepada-Nya. Allah memang baik. Allah Maha baik. Ia tidak pernah ingkar janji kepada hamba-Nya.

By : Nilam Sari PK SMANSAKA

Tagged:

0 komentar:

Posting Komentar