Jumat, 06 September 2013

Menyebarnya agama Islam di Indonesia adalah merupakan suatu karunia Allah yang patut disyukuri oleh setiap muslim. Bukan hanya dalam ucapan atau hati saja, tapi implementasi dalam bentuk sikap dan perbuatan setiap muslim.
Salah satu pelopor penyebaran agama Islam di Indonesia terutama di pulau jawa yang termasyhur adalah Walisongo. Pola penyebaran agama Islam secara sukarela, tidak memaksa dan menyatu dengan budaya adat jawa mampu membuat masyarakat menerima agama ini dengan terbuka. Islam yang diajarkan oleh para wali ini masih terjaga baik sampai saat ini yaitu mayoritasIslam yang menganut madzhab Syafi’i. Namun bak pohon yang sudah tumbuh tua ada saja benalu yang menempel pada pohon tersebut. Agaknya inilah gambaran Islam di Indonesia saat ini. Ketika Islam sudah tertanam kuat di masyarakat ada saja faham baru yang hendak mengganti bahkan menghilangkan madzhab Syafi’i di Indonesia dengan dalih kembali pada ajaran nabi Muhammad SAW mereka seolah membuat ajaran modernisasi. Dengan dalih bid'ah mereka mengharamkan ajaran ulama’ terdahulu seperti tahlilan, membaca al-barzanji, sholawatan, ziarah kubur, dan sebagainya.Mereka juga mengharuskan orang Islam untuk berijtihad sendiri, berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits saja tanpa harus melihat pertimbangan dari ulama’- ulama’ salaf. Dan inilah yang katanya disebut dengan modernisasi agama.
Jika dikembalikan pada konsep awal mereka yaitu “kembali pada ajaran nabi, siapa yang lebih tahu tentang nabi? Siapa yang lebih faham tentang nabi? Dan siapa yang lebih mengerti tentang hukum Islam? Apakah para ulama’ terdahulu ataukah para pengagum modernisasi agama-agama ini?.
Adalah sesuatu yang janggal ketika seseorang sudah mulai meninggalkan ajaran para ulama’ terdahulu, dan Islam nantinya pun akan berbeda dengan Islam zaman nabi. Lalu dimana letak ajaran-ajaran kembali pada rasul? Bukankah ini akan membuat Islam semakin jauh dari rasul. Ini adalah salah satu dari bahaya “Modernisasi Islam” terus berkembang yang akan membuat kita semakin jauh dari ulama’.
Kenapa para missioner pendakwah mengarahkan sasaran dakwahnya kepada para pelajar? Tentunya karena pelajar ini masih labil, masih mencari kebenaran dengan ajaran-ajaran leluhur mereka pertahankan. Inilah moment yang paling tepat tatkala kita sedang haus akan ilmu dan hati yang cenderung memberontak, kita ditawarkan dan disuguhkan dengan makanan-makanan rohani yang sebenarnya bertolak belakang dengan ajaran nabi Muhammad SAW. Alangkah riangnya otak dan hati kita akan menerima ajaran-ajaran yang dibawa oleh kaum yang mengatasnamakan modernisasi Islam, namun kenyataanya tidak sesuai dengan Al-Qur'an.
Kita tidak tahu nasib kita di ahirat kelak karena melakukan penyelewengan ajaran. Dalam sebuah hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori menyebutkan :
من فسرالقرأن برأيه فليتبوّء مقعده في ا لنار (رواه ابخا رى) 
Artinya : Barang siapa menafsirkan Al-Qur'an dengan pendapatnya sendiri, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka. (HR. Bukhori)
Walhasil dengan tidak sengaja dan tidak langsung, kita sudah membeli tiket ke neraka jika kita sampai menerima ajaran-ajaran tersebut. Maka dari itu sebagai generasi muslim sejati dalam mencari ilmu hendaklah memiliki guru yang benar-benar berpegang teguh pada sumber ajaran dan mengikuti ulama'-ulama' terdahulu yang sudah diketahui keabsahannya dalam bidangnya. Dan wajib bagi seorang muslim untuk thulul amal ( berfikir panjang) sebelum mengambil suatu keputusan atau ajaran.
ما خاب من استخرولاندم من اتشر 
Artinya : Tidak rugi orang yang mau beristikoroh dan tidak akan menyesal orang yang mau bermusyawarah.



By : Zaenal Arifin, Muchsinuddin

Tagged:

0 komentar:

Posting Komentar