Sabtu, 23 Januari 2016



 

KADER MUDA NU; MENJADI PEMIMPIN YANG BERIMAN DAN AMANAH
Oleh : Nur Colis, S.Pd.I


Ibarat anak ayam kehilangan induk, inilah yang dirasakan bangsa Indonesia saat ini. Krisis pemimpin dan kepemimpinan nyaris menyentuh hampir semua lembaga negara bahkan lembaga-lembaga masyarakat yang relatif otonom terhadap negara. Tidak ada kepemimpinan yang bisa dijadikan acuan teladan bagaimana bangsa harus melangkah menuju perbaikan di masa depan. Rata-rata pemimpin dalam kepemimpinannya mengedepanakan kepentingan pribadi atau hanya sekedar menjadi alat dari subyektif sendiri, keluarga atau kelompoknya. Para pemimpin seharusnya mengedepankan kepentingan yang dipimpin di atas kepentingan yang lain. Mengayomi dan mensejahterakan rakyat, tidak menyalahgunakan wewenang kepemimpinannya sebagai batu loncatan memperkaya diri dan berkuasa. Model kepemimpinan seperti ini hanya akan menyengsarakan rakyat terlebih para kader muda sebagai kader-kader pemimpin bangsa yang dapat terkontaminasi dengan perbuatan para pemimpin yang tidak pro rakyat dan subyektif.
Sebagai pelajar Nahdlatul Ulama’ dalam bingkai organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’ (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama’ (IPPNU) yang menjunjung tinggi ahlakul karimah dan sudah digembleng dengan semangat memimpin, dibekali dengan pengetahuan agama dan umum dari para guru besar, sesepuh, kiyai dan ulama’ menjadi ujung tombak dalam mengembangkan ajaran Islam Ahlusunnah waljamaah yang memiliki pemikiran pada arah pembangunan manusia dengan sikap tawasuth, tasammuh, tawazun, I’tidal dalam bingkai rahmatan lil alamin. Sikap dan pemikiran ini bila diterapkan dalam kepemimpinan akan membawa dampak yang positif menuju perbaikan hidup dan kesejahteraan yang merata. Pemikiran dan sikap  NU seperti itulah yang seharusnya dimiliki para pemimpin sekarang. Bersama membangun bangsa dalam bidang moralitas dan karakter bangsa maupun keseimbangan hidup.
Pelajar NU dalam sejarahnya telah melahirkan tokoh-tokoh besar yang ikut berperan aktif dalam kemajuan bangsa ini, seperti beliau KH Abdurrahman Wahid (Gusdur) yang pernah menjadi orang nomer wahid di Indonesia, memimpin bangsa ini. Dan tokoh-tokoh lain seperti Dr. KH M. Tolhah Hasan (singosari) Mantan Menteri Agama (Kabinet Indonesia bersatu-Era Gusdur), Dr. KH. A Hasyim Muzadi (Malang) ketua pengurus Besar NU di Jakarta, Bp. Hamzah Haz, mantan wakil presiden RI, Ida Fauziyah (anggota DPR RI), Khofifah Indar Parawansa (Menteri Pemberdayaan Perempuan 1999-2001, dan Menteri Sosial 2014 hingga sekarang), dan masih banyak lagi tokoh-tokoh NU lainnya. Dan ini menunjukan bahwa kader-kader NU begitu solid dan militan, membuktikan bahwa pelajar sebagai kader muda NU bisa menjadi ujung tombak kepemimpinan di masa mendatang.
Pelajar sebagai kader penerus bangsa memang telah disiapkan untuk menjadi pemimpin di masa yang akan datang, berkiprah melanjutkan kepemimpinan para pemimpin sekarang ini, harus didukung sepenuhnya dengan memberi contoh-contoh keteladanan dan jangan sampai mewariskan watak-watak pragmatis dan subyektif dari para pemimpin.
Nahdlatul Ulama’ (NU) sebagai yang dituakan dan mempunyai posisi diatas, wajib memberikan pemahaman kepada banom-banomnya tertutama banom terkecil, IPNU-IPPNU, untuk menjunjung tinggi pentingnya menjaga amanah, sportifitas, dan kreditbilitas. Artinya kepemimpinan yang didasari akan hal itu sudah barang tentu diharapkan masyarakat luas. Karna menjadi pemimpin berarti mengemban amanah yang begitu berat, dan kelak akan dipertanggungjawabkan di ahirat. Menjadi pemimpin tidak hanya sekedar ngomong di public dan mengumbar janji alias no action talk only, tapi bukti nyata kinerja dan realistis. Sehingga nantinya ia tidak terkena pasal berupa memo dari Allah Subhanahu Wata’ala yang terdapat dalam surat As-Shaff ayat 3, "kaburo maqtan 'indallahi an taqulu ma la taf'alun",(sesungguhnya murka Allah ada pada mereka yang perkataannya tidak sesuai dengan perbuatan). Na'uzubillah min dzalik.
Meskipun pada kenyataanya menjadi pemimpin bukanlah hal yang ringan dan beresiko besar, dengan mengemban amanah dari rakyat, tangggung jawab dan tugas yang bertumpuk-tumpuk, akan tetapi sudah seharusnya dijalankan dengan kehati-hatian dan fairplay. Justru kesadaran menjadi pemimpin yang berat dan penuh resiko ini benar-benar diimani oleh calon-calon pemimpin, maka para pemimpin tidak akan berbuat gegabah dalam mengambil kebijakan dan tidak menyalahgunakan jabatan yang dipegang.­ []

2 komentar: